Definisi Work Life Balance, Cara Implementasi & Artinya

mengenal apa itu work life balance dan definisinyaDalam 15 tahun terakhir, pembahasan terhadap work-life balance semakin rutin di media dan jurnal ilmiah. Meningkatnya minat terhadap isu ini sebagian didorong oleh kekhawatiran bahwa kondisi kehidupan pribadi dan profesional yang tidak seimbang dapat mengakibatkan menurunnya kesehatan dan kinerja bagi individu, keluarga, dan organisasi. Tulis dua peneliti pada Journal of Management & Organization yang berjudul “Work-Life Balance: A review of the meaning of the balance construct”.

Sejalan dengan itu, dalam masyarakat dengan mobilitas tinggi dan serba cepat saat ini, orang-orang pada angkatan kerja sering kali terpasung dalam tumpukan tugas-tugas rutin yang dikejar deadline, hanya untuk memastikan mereka terbebas dari belenggu aktivitas kerja pada jumat sore.

Dalam kenyataannya, pekerja tidak puas dengan akhir pekan mereka dan tidak mencapai semua yang diharapkan. Alhasil, aktivitas bekerja pada pekan selanjutnya jadi momok, dan siklus ini terus berlanjut dari waktu ke waktu.

Apa Itu Work-Life Balance?

Work-Life Balance adalah istilah yang digunakan oleh individu dan organisasi untuk menggambarkan kebijakan yang berupaya meningkatkan kualitas hidup di luar pekerjaan, sekaligus meningkatkan efektivitas dalam pekerjaan.

Dalam bentuknya yang paling mendasar, work-life balance merupakan upaya untuk mencapai keseimbangan yang ideal antara tuntutan kehidupan profesional dengan kehidupan pribadi. Karena semakin banyak orang menghabiskan waktu lebih lama di tempat kerja, ada kekhawatiran yang meningkat mengenai apakah ketidakseimbangan ini merusak kesehatan dan hubungan sosial.

Sebuah studi menyelidiki hubungan work-life balance dengan bahagia bekerja, bahagia dalam kehidupan, kecemasan dan depresi di tujuh budaya berbeda yang diterbitkan pada Journal of Vocational Behavior menyimpulkan work-life balance secara signifikan berkontribusi positif pada pekerjaan (job satisfaction) dan kepuasan hidup (life satisfaction) bagi individu dalam budaya individualisme, dibandingkan dengan budaya kolektivisme.

Sejalan dengan itu, konseptualisasi work-life balance didasarkan pada pendekatan yang berpusat pada persepsi yang menganggap work-life balance sebagai konsep holistik (menyeluruh) dan merupakan penilaian subyektif karena setiap orang itu unik sehingga perasaan tentang seberapa baik pekerjaan karyawan dan peran di luar pekerjaan seimbang akan bergantung pada nilai-nilai, prioritas, dan tujuan hidupnya.

Definisi Work Life Balance Berdasarkan Riset

terkait work life balance, gagasan kesetaraan dalam berbagai peran diakui di seluruh literatur. Diantaranya, riset berjudul “Work/Family Border Theory: A New Theory of Work/Family Balance” yang terbit pada tahun 2000 oleh ClarkWork-Life Balance didefinisikan sebagai keadaan di mana seseorang mampu secara bersamaan dan efektif menjaga keseimbangan yang berkelanjutan antara tuntutan kehidupan kerja dan non-kerja. Seperti dikutip dari riset berjudul “Work-Life Balance and Job Satisfaction among Malaysian Healthcare Employees” yang terbit pada tahun 2016 di Environment-Behaviour Proceedings Journal.

Definisi work-life balance seringkali mencakup gagasan tentang hubungan positif antara peran kerja dan peran keluarga seseorang. Hal ini dicapai dengan memastikan bahwa individu mengalami hasil yang bermakna dan perasaan positif dalam kedua peran tersebut, yang mengarah pada kehidupan yang sehat, sukses, dan memuaskan.

Berdasarkan penelitian terkait work-life balance, gagasan kesetaraan dalam berbagai peran diakui di seluruh literatur. Diantaranya, riset berjudul “Work/Family Border Theory: A New Theory of Work/Family Balance” yang terbit pada tahun 2000 oleh Clark, selanjutnya, studi berjudul “Balancing act: How managers can integrate successful careers and fulfilling personal lives” oleh Kofodimos pada 1993, hingga literatur terkait work-life balance berjudul “Work-life initiatives: Greed or benevolence regarding workers time?” oleh Kirchmeyer di tahun 2000.

Work-Life Balance secara luas didefinisikan sebagai sejauh mana individu mencapai tingkat keterlibatan dan kepuasan yang sama dalam pekerjaan dan peran keluarga (Clark, 2000; Greenhaus, Collins, & Shaw, 2003).

Selanjutnya, Theoretical Models telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir dan telah digunakan sebagai panduan bagi para praktisi dan peneliti untuk menganalisis, memahami, dan menangani topik work-life balance di tingkat pribadi dan organisasi.

Greenhaus, Collins & Shaw (2003) menawarkan definisi work-life balance yang komprehensif: “sejauh mana efektivitas dan kepuasan individu dalam pekerjaan dan peran keluarga sesuai dengan prioritas hidup individu”. Dengan demikian, work-life balance adalah bidang penelitian yang menyelidiki pengaruh kehadiran keluarga terhadap pengalaman pekerja di tempat kerja dan sebaliknya.

Lebih lanjut, Greenhaus dan rekan menjelaskan work-life balance sebagai “keseimbangan 50/50 antara pekerjaan dan keluarga sehubungan dengan jumlah waktu, keterlibatan, dan kepuasan”.

Beberapa peneliti menemukan keterbatasan dalam pendekatan ini. Pertama, tidak semua individu menginginkan keseimbangan 50/50 antara pekerjaan dan kehidupan keluarga mereka. Kedua, istilah “keluarga” membatasi ruang lingkup, dalam artian dimulainya era globalisasi; individu yang lebih muda dan lajang mulai memasuki angkatan kerja yang tidak bergantung pada siapa pun.

Oleh karena itu, beberapa peneliti menyarankan agar istilah “kehidupan pribadi” harus digunakan sehingga pengalaman individu yang belum menikah atau lajang, atau individu yang tidak memiliki anak, dipertimbangkan. Perubahan konseptualisasi ini juga memungkinkan aktivitas non-keluarga lainnya, seperti waktu senggang dan pertemanan, yang tidak diragukan lagi penting bagi banyak individu, untuk diperhitungkan.

Implementasi Work Life Balance Di Perusahaan

Work-Life Balance telah menjadi salah satu topik terpanas di manajemen HR selama beberapa tahun terakhir. Begitu juga, Senior VP – Head of People Analytics and HR Operations di sebuah perusahaan telekomunikasi di Indonesia.

Membayangkan solusi bagi tumpukan tugas rutin yang dikejar deadline tapi butuh akurasi seperti proses payroll atau tertimbun banyaknya proses berulang administrasi surat menyurat. Untuk memastikan, karyawan pengelola SDM punya waktu berinteraksi sosial, berinovasi pada kebijakan SDM terbaru dan rotasi kerja untuk pengembangan karir. Tulisnya di posting Linkedin.

Dulunya, Pengelola SDM terlalu sibuk mengerjakan hal serupa terus menerus, proses yang sama dengan volume banyak tanpa henti. Alih-alih, belajar dan memahami karyawan secara manusiawi pakai hati malah akhirnya bekerja seperti robot, kadang seperti orang terpasung di meja kerja dan terkucil.

Misinya mencarikan solusi untuk membebaskan belenggu yang mengunci karir karyawan, membawanya pada implementasi RPA Payroll Automation. Bonusnya, resiko human error menjadi hilang dan kecepatan proses meningkat. Ungkap, Senior VP – Head of People Analytics and HR Operations tersebut seperti dikutip dari Linkedin

Share

Send Message
Chat with us
Hi IDstar! From page Definisi Work Life Balance, Cara Implementasi & Artinya, I want to know more about your services