IDstar, IT Consulting Indonesia – Dalam 15 tahun terakhir, pembahasan terhadap work-life balance semakin rutin di media dan jurnal ilmiah. Meningkatnya minat terhadap isu ini sebagian didorong oleh kekhawatiran bahwa kondisi kehidupan pribadi dan profesional yang tidak seimbang dapat mengakibatkan menurunnya kesehatan dan kinerja bagi individu, keluarga, dan organisasi. Tulis dua peneliti pada Journal of Management & Organization yang berjudul “Work-Life Balance: A review of the meaning of the balance construct”.
Artikel ini akan membahas soal apa itu work life balance dan seperti apa implementasinya di perusahaan
Apa Itu Work Life Balance?
Work-Life Balance adalah istilah yang digunakan oleh individu dan organisasi untuk menggambarkan kebijakan yang berupaya meningkatkan kualitas hidup di luar pekerjaan, sekaligus meningkatkan efektivitas dalam pekerjaan.
Dalam bentuknya yang paling mendasar, work-life balance merupakan upaya untuk mencapai keseimbangan yang ideal antara tuntutan kehidupan profesional dengan kehidupan pribadi. Karena semakin banyak orang menghabiskan waktu lebih lama di tempat kerja, ada kekhawatiran yang meningkat mengenai apakah ketidakseimbangan ini merusak kesehatan dan hubungan sosial.
Baca juga: 6 Trend Artificial Intelligence (AI) untuk Bisnis 2024
Sebuah studi menyelidiki hubungan work-life balance dengan bahagia bekerja, bahagia dalam kehidupan, kecemasan dan depresi di tujuh budaya berbeda yang diterbitkan pada Journal of Vocational Behavior menyimpulkan work-life balance secara signifikan berkontribusi positif pada pekerjaan (job satisfaction) dan kepuasan hidup (life satisfaction) bagi individu dalam budaya individualisme, dibandingkan dengan budaya kolektivisme.
Sejalan dengan itu, konseptualisasi work-life balance didasarkan pada pendekatan yang berpusat pada persepsi yang menganggap work-life balance sebagai konsep holistik (menyeluruh) dan merupakan penilaian subyektif karena setiap orang itu unik sehingga perasaan tentang seberapa baik pekerjaan karyawan dan peran di luar pekerjaan seimbang akan bergantung pada nilai-nilai, prioritas, dan tujuan hidupnya.
Daftar isi
ToggleDefinisi Work Life Balance Berdasarkan Riset
Work-Life Balance didefinisikan sebagai keadaan di mana seseorang mampu secara bersamaan dan efektif menjaga keseimbangan yang berkelanjutan antara tuntutan kehidupan kerja dan non-kerja. Seperti dikutip dari riset berjudul “Work-Life Balance and Job Satisfaction among Malaysian Healthcare Employees” yang terbit pada tahun 2016 di Environment-Behaviour Proceedings Journal.
Definisi work-life balance seringkali mencakup gagasan tentang hubungan positif antara peran kerja dan peran keluarga seseorang. Hal ini dicapai dengan memastikan bahwa individu mengalami hasil yang bermakna dan perasaan positif dalam kedua peran tersebut, yang mengarah pada kehidupan yang sehat, sukses, dan memuaskan.
Berdasarkan penelitian terkait work-life balance, gagasan kesetaraan dalam berbagai peran diakui di seluruh literatur. Diantaranya, riset berjudul “Work/Family Border Theory: A New Theory of Work/Family Balance” yang terbit pada tahun 2000 oleh Clark, selanjutnya, studi berjudul “Balancing act: How managers can integrate successful careers and fulfilling personal lives” oleh Kofodimos pada 1993, hingga literatur terkait work-life balance berjudul “Work-life initiatives: Greed or benevolence regarding workers time?” oleh Kirchmeyer di tahun 2000.
Work-Life Balance secara luas didefinisikan sebagai sejauh mana individu mencapai tingkat keterlibatan dan kepuasan yang sama dalam pekerjaan dan peran keluarga (Clark, 2000; Greenhaus, Collins, & Shaw, 2003).
Selanjutnya, Theoretical Models telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir dan telah digunakan sebagai panduan bagi para praktisi dan peneliti untuk menganalisis, memahami, dan menangani topik work-life balance di tingkat pribadi dan organisasi.
Greenhaus, Collins & Shaw (2003) menawarkan definisi work-life balance yang komprehensif: “sejauh mana efektivitas dan kepuasan individu dalam pekerjaan dan peran keluarga sesuai dengan prioritas hidup individu”. Dengan demikian, work-life balance adalah bidang penelitian yang menyelidiki pengaruh kehadiran keluarga terhadap pengalaman pekerja di tempat kerja dan sebaliknya.
Lebih lanjut, Greenhaus dan rekan menjelaskan work-life balance sebagai “keseimbangan 50/50 antara pekerjaan dan keluarga sehubungan dengan jumlah waktu, keterlibatan, dan kepuasan”.
Beberapa peneliti menemukan keterbatasan dalam pendekatan ini. Pertama, tidak semua individu menginginkan keseimbangan 50/50 antara pekerjaan dan kehidupan keluarga mereka. Kedua, istilah “keluarga” membatasi ruang lingkup, dalam artian dimulainya era globalisasi; individu yang lebih muda dan lajang mulai memasuki angkatan kerja yang tidak bergantung pada siapa pun.
Baca juga: Transformasi Digital: Pengertian, Manfaat, dan Contohnya, Lengkap!
Oleh karena itu, beberapa peneliti menyarankan agar istilah “kehidupan pribadi” harus digunakan sehingga pengalaman individu yang belum menikah atau lajang, atau individu yang tidak memiliki anak, dipertimbangkan. Perubahan konseptualisasi ini juga memungkinkan aktivitas non-keluarga lainnya, seperti waktu senggang dan pertemanan, yang tidak diragukan lagi penting bagi banyak individu, untuk diperhitungkan.
Implementasi Work Life Balance Di Perusahaan
Nah, buat perusahaan yang pengen tahu gimana caranya menghadirkan suasana kerja yang asik sekaligus memastikan karyawan tetap produktif, simak beberapa poin berikut ini.
Kita bakal kasih tau gimana caranya bikin karyawan senyum-senyum tiap hari tanpa lupa target kerjaan.
1. Fleksibilitas Jam Kerja dan Tempat Kerja
Di era yang serba digital ini, fleksibilitas menjadi kunci. Perusahaan bisa mulai dengan memberikan opsi kerja dari rumah (remote working) atau jam kerja yang fleksibel. Kenapa? Karena dengan begini, karyawan bisa atur waktu mereka sendiri untuk kerja sambil urusin kehidupan pribadi. Gak cuma bikin mereka lebih bahagia, tapi produktivitas kerja pun ikut meningkat karena mereka bisa kerja di saat merasa paling produktif.
Fleksibilitas ini juga bisa jadi solusi buat karyawan yang harus commute jauh-jauh. Bayangin aja, daripada capek di jalan, mereka bisa pakai waktu itu untuk istirahat atau malah mulai kerja dari rumah. Dengan begini, perusahaan juga bisa tunjukin bahwa mereka peduli sama kesejahteraan karyawan, lho.
2. Mengutamakan Kesehatan Mental dan Fisik
Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang peduli sama kesehatan mental dan fisik karyawannya. Ini bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti menyediakan snack sehat, ruang istirahat yang nyaman, hingga program kesehatan mental seperti konseling. Dengan adanya dukungan untuk kesehatan mental, karyawan akan merasa lebih dihargai dan dipahami.
Jangan lupa juga untuk mendorong karyawan untuk berolahraga. Misalnya dengan memberikan diskon untuk membership gym atau membuat klub olahraga perusahaan. Ini bukan cuma bagus buat kesehatan fisik mereka, tapi juga bisa jadi sarana bonding antarkaryawan yang efektif.
3. Menyediakan Ruang untuk Pengembangan Diri
Setiap orang pasti ingin terus berkembang, dan perusahaan yang memberikan ruang untuk itu pasti akan dihargai karyawannya. Mulai dari workshop, kursus online, hingga subsidi untuk pendidikan lanjutan bisa jadi cara yang asik untuk mendukung pertumbuhan personal dan profesional karyawan.
Pengembangan diri ini juga bisa mencakup pelatihan soft skill yang sering terlupakan tapi penting, seperti manajemen waktu dan komunikasi efektif. Dengan skill yang makin terasah, karyawan gak cuma jadi lebih kompeten tapi juga lebih percaya diri dalam berkontribusi untuk perusahaan.
4. Mendorong Keseimbangan Antara Kerja dan Kehidupan Pribadi
Encourage karyawan untuk benar-benar memanfaatkan waktu libur mereka. Penting buat perusahaan untuk menekankan bahwa overworking bukanlah sesuatu yang diidamkan. Dengan kata lain, jangan sampai karyawan merasa bersalah saat mengambil cuti atau liburan.
Buat kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, seperti tidak mengirim email kerja di luar jam kerja atau saat akhir pekan. Hal ini bisa bantu mengurangi stress dan memastikan karyawan punya cukup waktu untuk recharge.
Baca juga: Cara Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi dan Contohnya
5. Membangun Budaya Perusahaan yang Mendukung
Budaya perusahaan yang mendukung work life balance bisa dimulai dari hal sederhana seperti menghargai pencapaian karyawan, baik itu terkait kerja maupun pencapaian pribadi mereka. Rayakan kesuksesan bersama-sama dan ciptakan lingkungan kerja yang positif di mana setiap orang merasa dihargai dan didengar.
Jangan lupa untuk sering-sering melakukan check-in dengan karyawan secara personal. Tanyakan bagaimana mereka, dan apa yang bisa dilakukan perusahaan untuk membuat mereka lebih nyaman dan bahagia bekerja. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya fokus pada hasil, tapi juga pada kesejahteraan karyawan.
6. Libur dan Cuti yang Memadai
Terakhir, tapi gak kalah pentingnya, pastikan karyawan punya akses ke libur dan cuti yang memadai. Ini termasuk cuti tahunan, cuti sakit, bahkan mungkin cuti mental health. Dengan memberikan mereka waktu untuk istirahat dan memulihkan diri, perusahaan sebenarnya sedang investasi untuk produktivitas dan kreativitas yang lebih tinggi di masa depan.
Jangan ragu untuk sesekali memberikan hari libur ekstra setelah periode kerja keras atau proyek besar. Ini bisa jadi cara yang bagus untuk mengucapkan terima kasih dan memastikan karyawan tetap semangat.
Implementasi work life balance bukan cuma tentang membuat karyawan bahagia, tapi juga tentang meningkatkan produktivitas dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan mendukung. Dengan menerapkan poin-poin di atas, perusahaan bisa jadi tempat kerja idaman yang menarik talenta terbaik dan mempertahankan mereka. Ingat, investasi terbesar sebuah perusahaan adalah karyawannya, jadi mari kita pastikan mereka merasa dihargai dan didukung.